Beranda | Artikel
Sifat Ibadurrahman (6), Tidak Buta dan Tidak Tuli Terhadap Peringatan Allah
Senin, 30 Januari 2012

Alhamdulillah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُ‌وا بِآيَاتِ رَ‌بِّهِمْ لَمْ يَخِرُّ‌وا عَلَيْهَا صُمًّا وَعُمْيَانًا

Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Rabb mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta.” (QS. Al Furqon: 73)

Para pembaca sekalian yang semoga dirahmati oleh Allah, inilah sifat orang beriman atau ibadurrahman yang lain yang disebutkan dalam surat Al Furqon. Mereka memiliki sifat mulia ketika mendengar ayat dan peringatan dari Allah. Simak perkataan para ulama pakar tafsir berikut ini.

Ibnul Jauzi berkata, “Mereka ketika diingatkan dengan ayat-ayat Rabb mereka, yaitu Al Qur’an, mereka tidaklah menghadapinya dalam keadaan tuli dan buta. Maksudnya kata Ibnu Qutaibah, “Mereka tidak lalai seperti orang tuli yang tidak mendengar dan orang buta yang tidak melihat.” (Zaadul Masiir, 6: 110)

Ibnu Katsir berkata, “Berbeda halnya dengan orang kafir yang ketika diperingatkan dengan ayat Allah, mereka malah tetap dalam kekufurannya, seakan-akan mereka tidak mendengar dan tidak melihat.”

Mujahid berkata,

لم يسمعوا : ولم يبصروا، ولم يفقهوا شيئًا.

“Mereka tidak mendengar, tidak  juga melihat dan tidak memahami apa pun.”

Al Hasan Al Bashri berkata,

كم من رجل يقرؤها ويخر عليها أصم أعمى.

“Betapa banyak orang yang membaca dan dihadapkan padanya ayat-ayat Allah, namun ia tidak mendengar dan tidak pula melihat.”

Qotadah berkata mengenai ayat tersebut,

لم يصموا عن الحق ولم يعموا فيه، فهم -والله -قوم عقلوا عن الله  وانتفعوا بما  سمعوا من كتابه.

“Mereka tidak mendengar dan tidak pula melihat kebenaran. Mereka bisa berpikir, namun berpaling dan tidak mengambil dari kitabullah yang mereka dengar.”

Ibnu Katsir berkata, “Tidaklah pantas bagi orang beriman buta terhadap peringatan Allah. Bahkan ia seharusnya mengarahkan pandangannya terhadap perintah Allah dan ia harus yakin dengan seyakin-yakinnya.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 332)

Ayat yang kita kaji dalam surat Al Furqon saat ini semakna dengan firman Allah Ta’ala yang menjelaskan sifat orang-orang beriman.

الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al Anfal: 2). Inilah keadaan orang beriman yang jauh berbeda dengan keadaan orang kafir. Mereka, yaitu orang kafir, ketika mendengar kalamullah tidaklah membekas dan tidak mengurangi kekufuran mereka. Bahkan mereka terus menerus berada dalam kekufuran dan pembangkangan serta terus berada dalam kebodohan dan kesesatan.

وَإِذَا مَا أُنزلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ. وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ

Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?” Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (QS. At Taubah: 124-125)

Ya Allah, jadikanlah Al Qur’an sebagai penerang hati kami.

Ya Allah, jadikanlah kami sebagai orang-orang yang tidak buta dan tuli ketika mendengar peringatan dan ayat-ayat-Mu.

Ya Allah, golongkanlah kami menjadi ahli Qur’an dan selalu memperhatikannya.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

 

Referensi:

  1. Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Muassasah Qurthubah, cetakan pertama, 1421 H.
  2. Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, terbitan Al Maktab AIslami, cetakan ketiga, 1404 H.

 

@ Ummul Hamam, Riyadh KSA, 8 Robi’ul Awwal 1433 H

www.rumaysho.com


Artikel asli: https://rumaysho.com/2228-sifat-ibadurrahman-6-tidak-buta-dan-tidak-tuli-terhadap-peringatan-allah.html